CeritaRakyat Alue Naga. Pada jaman dahulu kala ada sebuah sultan bernama Meurah yang akan mengunjungi daerah pedesaan di pinggiran kuta raja. Dan banyak sekali rakyat yang mengeluh akan kehilangan hewan-hewan ternaknya. Bahkan ada juga bencana alam yang sering terjadi seperti gempa dan membahayakan banyak orang.
Mari kita simak Cerita legenda nusantara yang berasal dari provinsi Riau, asal mula alue naga. Suatu hari Sultan Meurah mendapat khabar tentang keresahan rakyatnya di suatu tempat, lalu beliau mengunjungi tempat tersebut yaitu sebuah desa di pinggiran Kuta Raja untuk mengetahui lebih lanjut keluhan rakyatnya. “Tuanku banyak ternak kami raib saat berada di bukit Lamyong,” keluh seorang peternak. “Terkadang bukit itu menyebabkan gempa bumi sehingga sering terjadi longsor dan membahayakan orang yang kebetulan lewat dibawahnya,” tambah yang lainnya. “Sejak kapan kejadian itu?” Tanya Sultan Meurah. “Sudah lama Tuanku, menjelang Ayahanda Tuanku mangkat,” jelas yang lain. Sesampai di istana Sultan memanggil sahabatnya Renggali, adik dari Raja Linge Mude. “Dari dulu aku heran dengan bukit di Lamnyong itu,” kata Sultan Meurah. “Mengapa ada bukit memanjang disana padahal disekitarnya rawa-rawa yang selalu berair,” sambung Sultan Meurah. “Menurut cerita orang tua, bukit itu tiba-tiba muncul pada suatu malam,” jelas Renggali, “abang hamba, Raja Linge Mude, curiga akan bukit itu saat pertama sekali ke Kuta Raja, seolah-olah bukit itu mamanggilnya,” tambahnya. “Cobalah engkau cari tahu ada apa sebenarnya dengan bukit itu!” Perintah Sultan. Maka berangkatlah Renggali menuju bukit itu, dia menelusuri setiap jengkal dan sisi bukit tersebut, mulai dari pinggir laut di utara sampai ke kesisi selatan, “bukit yang aneh, “bisik Renggali dalam hati. Kemudian dia mendaki bagian yg lebih tinggi dan berdiri di atasnya, tiba-tiba dari bagian di bawah kakinya mengalir air yang hangat. Renggali kaget dan melompat kebawah sambil berguling. “Maafkan hamba putra Raja Linge!” Tiba-tiba bukit yang tadi di pinjaknya bersuara. Renggali kaget dan segera bersiap-siap, “siapa engkau?” Teriaknya. Air yg mengalir semakin banyak dari bukit itu membasahi kakinya, “hamba naga sahabat ayahmu,” terdengar jawaban dari bukit itu dikuti suara gemuruh. Baca Juga Legenda I Laurang Sang Manusia Udang - Sulawesi Selatan Kisah Lutung Kasarung Kisah Jaka Tarub Dan Tujuh Bidadari Kerajaan Ternate - Sejarah Lengkap, Awal Mula, Raja,… Renggali sangat kaget dan di perhatikan dengan seksama bukit itu yang berbentuk kepala ular raksasa walaupun di penuhi semak belukar dan pepohonan. “Engkaukah itu? Lalu di mana ayahku? Tanya Renggali. Air yang mengalir semakin banyak dan menggenangi kaki Renggali. “Panggilah Sultan Alam, hamba akan buat pengakuan!” Isak bukit tersebut. Maka buru-buru Renggali pergi dari tempat aneh tersebut. Sampai di istana hari sudah gelap, Renggali menceritakan kejadian aneh tersebut kepada Sultan. “Itukah Naga Hijau yang menghilang bersama ayahmu?” Tanya Sultan Meurah penasaran. “Mengapa dia ingin menemui ayahku, apakah dia belum tahu Sultan sudah mangkat?” tambah Sultan Meurah. Maka berangkatlah mereka berdua ke bukit itu, sesampai disana tiba-tiba bukit itu bergemuruh. “Mengapa Sultan Alam tidak datang?” Suara dari bukit. “Beliau sudah lama mangkat, sudah lama sekali, mengapa keadaanmu seperti ini Naga Hijau? Kami mengira engkau telah kembali ke negeri mu, lalu dimana Raja Linge?” Tanya Sultan Meurah. Bukit itu begemuruh keras sehingga membuat ketakutan orang-orang tinggal dekat bukit itu. “Hukumlah hamba Sultan Meurah,” pinta bukit itu. “Hamba sudah berkhianat, hamba pantas dihukum,” lanjutnya. “Hamba sudah mencuri dan menghabiskan kerbau putih hadiah dari Tuan Tapa untuk Sultan Alam yang diamanahkan kepada kami dan hamba sudah membunuh Raja Linge,” jelasnya. Tubuh Renggali bergetar mendengar penjelasan Naga Hijau, “bagaimana bisa kamu membunuh sahabatmu sendiri?” Tanya Renggali. “Awalnya hamba diperintah oleh Sultan Alam untuk mengantar hadiah berupa pedang kepada sahabat-sahabatnya, semua sudah sampai hingga tinggal 2 bilah pedang untuk Raja Linge dan Tuan Tapa, maka hamba mengunjungi Raja Linge terlebih dahulu, beliau juga berniat ke tempat Tuan Tapa untuk mengambil obat istrinya, sesampai di sana Tuan Tapa menitipkan 6 ekor kerbau putih untuk Sultan Alam, kerbaunya besar dan gemuk. Karena ada amanah dari Tuan Tapa maka Raja Linge memutuskan ikut mengantarkan ke Kuta Raja, karena itu kami kembali ke Linge untuk mengantar obat istrinya. Namun di sepanjang jalan hamba tergiur ingin menyantap daging kerbau putih tersebut maka hamba mencuri 2 ekor kerbau tersebut dan hamba menyantapnya, Raja Linge panik dan mencari pencurinya lalu hamba memfitnah Kule si raja harimau sebagai pencurinya, lalu Raja Linge membunuhnya. Dalam perjalanan dari Linge ke Kuta Raja kami beristirahat di tepi sungai Peusangan dan terbit lagi selera hamba untuk melahap kerbau yang lezat itu, lalu hamba mencuri 2 ekor lagi, Raja Linge marah besar lalu hamba memfitnah Buya si raja buaya sebagai pencurinya maka dibunuhlah buaya itu. Saat akan masuk Kuta Raja, Raja Linge membersihkan diri dan bersalin pakaian ditepi sungai, lalu hamba mencuri 2 ekor kerbau dan menyantapnya tetapi kali ini Raja Linge mengetahuinya lalu kami bertengkar dan berkelahi, Raja Linge memiliki kesempatan membunuh hamba tetapi dia tidak melakukannya sehingga hamba lah yang membunuhnya,” cerita naga sambil berurai air mata. “Maafkanlah hamba, hukumlah hamba!” terdengar isak tangis sang naga. Mengapa engkau terjebak disini?” Tanya Sultan Meurah. “Raja Linge menusukkan pedangnya ke bagian tubuh hamba sehingga lumpuhlah tubuh hamba kemudian terjatuh dan menindihnya, sebuah pukulan Raja Linge ke tanah membuat tanah terbelah dan hamba tertimbun di sini bersamanya,” jelas sang naga. “Hamba menerima keadaan ini, biarlah hamba mati dan terkubur bersama sahabat hamba,” pinta Naga Hijau. “Berilah dia hukuman Renggali, engkau dan abangmu lebih berhak menghukumnya,” kata Sultan Meurah. “Ayah hamba tidak ingin membunuhnya, apalagi hamba, hamba akan membebaskannya,” jawab Renggali. “Tidak! Hamba ingin di hukum sesuai dengan perbuatan hamba,” pinta Naga Hijau. “Kalau begitu bebaskanlah dia!” Perintah Sultan Meurah. Maka berjalanlah mereka berdua mengelilingi tubuh naga untuk mencari pedang milik Raja Linge, setelah menemukannya, Renggali menarik dengan kuat dan terlepaslah pedang tersebut namun Naga Hijau tetap tidak mau bergerak. “Hukumlah hamba Sultan Meurah!” Pinta Naga Hijau. “Sudah cukup hukuman yang kamu terima dari Raja Linge, putranya sudah membebaskanmu, pergilah ke negerimu!” Perintah Sultan Meurah. Sambil menangis naga tersebut menggeser tubuhnya dan perlahan menuju laut. Maka terbentuklah sebuah alur atau sungai kecil akibat pergerakan naga tersebut. Maka di kemudian hari daerah di pinggiran Kuta Raja itu disebut Alue Naga, disana terdapat sebuah sungai kecil yang disekitarnya di penuhi rawa-rawa yang selalu tergenang dari air mata penyesalan seekor naga yang telah mengkhianati sahabatnya.
Marikita simak cerita legenda nusantara yang berasal dari provinsi riau, Kisah Legenda Alue Naga, Riau. Pada suatu hari Sultan Meurah mendengar rakyatnya mengeluh karena banyak hewan ternak mereka hilang di Bukit Lamyong. Dan juga, dalam kurun waktu belakangan ini gempa bumi kerap terjadi tanpa ada tanda-tanda dari alam sekitar.

OLEH AMRULLAH BUSTAMAM, Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh Gampong Alue Naga di Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, ternyata punya legenda menarik tentang naga. Saat menelusuri literasi, saya dapatkan dua versi cerita rakyat terkait asal-usul istilah Alue Naga ini. Versi pertama, legenda yang mengisahkan tentang sang Naga Hijau dari Kerajaan Linge. Naga tersebut konon berkhianat pada sahabatnya, yakni Raja Linge. Karena berkhianat, naga mendapat tusukan pedang raja di tubuhnya setelah berkelahi gegara sang naga memakan seluruh kerbau putih yang merupakan amanah Tuan Tapa dari Selatan. Kerbau putih itu dititipkan pada Raja Linge untuk diserahkan kepada Sultan Alam. Di akhir cerita, meski sang naga meminta untuk dihukum oleh Renggali yang merupakan putra Raja Linge, tapi naga yang telah lama menjelma jadi sebuah bukit di kawasan Lamnyong itu-setelah sekian lama tak bisa bergerak akibat tusukan raja–justru dilepaskan Renggali untuk kembali ke asalnya. Ia tak ingin membunuh naga tersebut. Alasan utamanya adalah sang naga adalah sahabat ayahnya. Raja Linge saja tidak tega membunuh sang naga, apalagi Renggali, anak beliau. Maka, pulanglah sang naga ke asalnya. Sembari menangis, naga tersebut menggeser tubuhnya yang terluka dan bergerak perlahan menuju laut. Di tempat yang ia lewati itulah terbentuk sebuah alur atau sungai kecil. Kemudian, daerah inilah yang disebut Alue Naga. Cerita versi ini sudah diekspoe sejak tahun 2018 di laman web bahkan kisah Alue Naga ini sudah diangkat menjadi film kartu di channel Youtube Dongeng Kita dan Chanel Legenda dari Negeri Aceh Alue Naga. Versi kedua tentang asal-usul nama Alue Naga ini berawal dari ujung paling utara Pulau Perca Andalas/Sumatra sekarang. Terdapatlah sebuah kerajaan bernama Kerajaan Alam, rajanya berjuluk Mahkota Alam Meukuta Alam, sedangkan ibu kotanya bernama Kota Alam Kuta Alam. Sang Raja memiliki sahabat, yaitu seekor naga hijau. Kerajaan Alam ini sangat makmur karena letaknya sangat stategis, yakni terletak di ujung selat yang sangat ramai. Di sebelah timur Kerajaan Alam dipisahkan oleh sebuah sungai terdapat sebuah kerajaan lain yang bernama Kerajaan Pedir yang merupakan saingan Kerajaan Alam. Suatu ketika Kerajaan Pedir melakukan gangguan melalui jalur laut, tapi selalu kalah. Pasukan Kerajaan Pedir sendiri tidak bisa memasuki wilayah Kerajaan Alam karena di sisi sungai yang memisahkan kedua kerajaan tersebut hidup naga sakti bernama Sabang. Raja Pedir sangat kesal dan memanggil dua orang jagoan yang mampu menghadapi naga Sabang. Mereka adalah dua raksasa sangat sakti yang bernama Seulawah Agam dan Seulawah Inong. Singkat cerita, pada saat yang ditentukan, terjadilah pertarungan di perbatasan antara Kerajaan Alam dan Kerajaan Pedir disaksikan oleh rakyat kedua kerajaan tersebut. Pertarungan dua lawan satu berakhir dengan tertebasnya leher naga. Kemudian, Seulawah Agam melemparkan kepala naga Sabang ke arah utara. Lemparan kepala naga tersebut jatuh di darat Kerajaan Alam, tapi terus berguling membentuk sebuah alur dan berhenti di tepi pantai utara Kerajaan Alam. Lokasi alur bergulingnya kepala naga Sabang menjadi sungai yang pada muaranya itu kelak dikenal dengan nama Alue Naga. Pra dan pascatsunami Alue Naga merupakan kawasan yang sering mengundang sensasi dan menarik banyak peneliti untuk datang ke sini. Sebelum tsunami, Alue Naga terkenal karena kisah Pulau Diamat yang sekarang menjadi Dusun Po Diamat. Dusun ini terletak di pesisir ujung Krueng Cut Gampong Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Dulunya dusun ini merupakan tempat pengasingan penduduk yang memiliki riwayat penyakit kusta atau lepra sejak tahun 1960. Pulau Diamat ini merupakan pulau pengasingan bagi pengidap kusta yang berasal dari berbagai daerah di Aceh, tapi pascatsunami hanya tinggal lima orang lagi. Alhamdulillah kondisi mereka sudah sembuh semua dan setiap tahunnya secara khusus Baitul Mal Kota Banda Aceh membantu masyarakat yang memiliki riwayat penyakit tersebut. Melalui senif fakir uzur disantuni per tiga bulan guna membantu ekonomi mareka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Selanjutnya kasus tanah erfach, banyaknya tanah erfach dengan statusnya yang tidak jelas pascatsunami berimbas pada telatnya proses rehab rekon di Gampong Alue Naga saat itu. Untuk menyelesaikannnya, salah satu Forum NGO Luar Negeri yang tergabung dalam Aceh Habitat Club coba menggagas penelitian dan diskusi untuk mencari solusi terkait percepatan pembangun di Alue Naga yang luluh lantak saat tsunami 2004 dan menghilangkan infrastruktur tanah meliputi lebih kurang hektare persil tanah. Banyak NGO Asing yang telah berpartisipasi di Alue Naga saat itu, seperti CRS, Muslim Aid, Mercy Corp, Caritas Germany, Save The Children, Oxfam, Kerap/P2KP. dan yang paling konsiten adalah BRR NAD-Nias. Khusus untuk Dusun Podiamat dan Kutaran, tepatnya di Timur Gampong Alue Naga, secara umum 80% persil tanahnya sudah hilang karena hantaman besar tsunami. Di sisi lain masih banyak warga dari kedua dusun ini masih selamat. Persoalan selanjutnya adalah para warga dari dusun ini yang kebanyakan adalah pelaut tidak mau direlokasi ke bukit Neuheun yang sudah didirikan bangunan rumah bantuan. Masyarakat bersikeras bertahan di barak-barak pengungsi. Yang menarik dari adalah masyarakat Alue Naga menyebutkan bahwa mereka adalah pelaut dan tidak mungkin tinggal di bukit, “Maka bawalah bukit itu ke sini Alue Naga bangun kembali gampong kami,” pinta mereka. Untuk menyelesaikan polemik membutuhkan waktu yang cukup lama hal ini karena terkait pengeluaran dana yang cukup besar untuk menimbun kembali lokasi yang sudah menjadi laut pasca tsunami. BRR NAD Nias melalui Satker Perkim akhirnya mengabulkan keinginan masyarakat Alue Naga dan ditimbunlah dua dusun tersebut dengan tanah dan batu dari bukit Ujong Bate. Hasil akhirnya biasa kita lihat sekarang berdirinya puluhan rumah di empat dusun Gampong Alue Naga ini lengkap dengan prasarana lainnya, seperti meunasah, sekolah, dan lainnya. Ada beberapa harapan dari warga Alue Naga yang belum terlaksana kiranya dan membutuhkan perhatian serius dari Pemko Banda Aceh, Pertama, harapan dari perangkat Gampong Alue Naga, sekiranya lokasi Alue Naga dapat dirawat menjadi aset wisata halal sembari meningkatkan perekonomian warga setempat. Harapan ini tampaknya akan segera terealisasi kiranya, karena pihak pemko melalui Dinas Pariwisata Kota banda Aceh telah berencana memugar kembali semua aset wisata dimulai dari barat Ulee Lheue sampai ke timur Alue Naga. Kedua, harapan akan dibangunnya kembali jembatan penghubung dari dusun Kutaran, Podiamat ke Dusun Musafir, Bunot. Jembatan ini pernah dibangun pada masa Presiden Soeharto tapi telah hancur karena terjangan tsunami dan sampai sekarang tidak dibangun kembali. Dan harapan-harapan lainnya seperti yang sudah tercetak dalam blueprint pascatsunami. Alue Naga adalah Mutiara yang dilupakan dan di sia-siakan Pemko Banda Aceh selama ini. Semoga pembangunan Kota Banda Aceh terus berkembang. *

Ceritarakyat ini menceritakan tentang kisah seseorang yang gemar mencuri ternak yang dititipkan untuk orang lain, kemudian akibat perbuatannya ia terkutuk m Suatu hari Sultan Meurah mendapat khabar perihal kerisauan rakyatnya di suatu tempat, kemudian ia mengunjungi tempat tersebut yakni sebuah desa di pinggiran Kuta Raja untuk mengetahui lebih lanjut unek-unek rakyatnya. “Tuanku banyak ternak kami raib ketika berada di bukit Lamyong,” keluh seorang peternak. “Terkadang bukit itu menimbulkan gempa bumi sehingga sering terjadi longsor & membahayakan orang yg kebetulan lewat dibawahnya,” tambah yg yang lain. “Sejak kapan kejadian itu?” Tanya Sultan Meurah. “Sudah lama Tuanku, menjelang Ayahanda Tuanku mangkat,” jelas yg lain. Sesampai di istana Sultan mengundang sahabatnya Renggali, adik dr Raja Linge Mude. “Dari dahulu gue heran dgn bukit di Lamnyong itu,” kata Sultan Meurah. “Mengapa ada bukit memanjang disana padahal disekitarnya rawa-rawa yg selalu berair,” sambung Sultan Meurah. “Menurut kisah orang renta, bukit itu tiba-tiba timbul pada suatu malam,” terperinci Renggali, “abang hamba, Raja Linge Mude, curiga akan bukit itu ketika pertama sekali ke Kuta Raja, seperti bukit itu mamanggilnya,” tambahnya. “Cobalah kau-sekalian cari tahu ada apa sesungguhnya dgn bukit itu!” Perintah Sultan. Maka berangkatlah Renggali menuju bukit itu, ia menelusuri setiap jengkal & sisi bukit tersebut, mulai dr pinggir bahari di utara sampai ke kesisi selatan, “bukit yg gila, “bisik Renggali dlm hati. Kemudian ia mendaki potongan yg lebih tinggi & bangun di atasnya, tiba-tiba dr belahan di bawah kakinya mengalir air yg hangat. Renggali terkejut & melompat kebawah sambil berguling. “Maafkan hamba putra Raja Linge!” Tiba-tiba bukit yg tadi di pinjaknya bersuara. Renggali terkejut & secepatnya bersiap-siap, “siapa engkau?” Teriaknya. Air yg mengalir semakin banyak dr bukit itu membasahi kakinya, “hamba naga sobat ayahmu,” terdengar jawaban dr bukit itu dikuti bunyi gemuruh. Renggali sungguh terkejut & di perhatikan dgn seksama bukit itu yg berbentuk kepala ular raksasa walaupun di penuhi semak belukar & pepohonan. “Engkaukah itu? Lalu di mana ayahku? Tanya Renggali. Air yg mengalir bertambah banyak & menggenangi kaki Renggali. “Panggilah Sultan Alam, hamba akan buat pengakuan!” Isak bukit tersebut. Maka terburu-buru Renggali pergi dr tempat abnormal tersebut. Sampai di istana hari sudah gelap, Renggali menceritakan peristiwa gila tersebut pada Sultan. “Itukah Naga Hijau yg menghilang bersama ayahmu?” Tanya Sultan Meurah penasaran. “Mengapa ia ingin menemui ayahku, apakah ia belum tahu Sultan sudah mangkat?” tambah Sultan Meurah. Maka berangkatlah mereka berdua ke bukit itu, sesampai disana tiba-tiba bukit itu bergemuruh. “Mengapa Sultan Alam tak datang?” Suara dr bukit. “Beliau sudah lama mangkat, telah lama sekali, kenapa keadaanmu seperti ini Naga Hijau? Kami mengira kau-sekalian sudah kembali ke negeri mu, lalu dimana Raja Linge?” Tanya Sultan Meurah. Bukit itu begemuruh keras sehingga membuat ketakutan orang-orang tinggal akrab bukit itu. “Hukumlah hamba Sultan Meurah,” pinta bukit itu. “Hamba sudah berkhianat, hamba patut dieksekusi,” lanjutnya. “Hamba sudah mencuri & menghabiskan kerbau putih kado dr Tuan Tapa untuk Sultan Alam yg diamanahkan pada kami & hamba sudah membunuh Raja Linge,” jelasnya. Tubuh Renggali bergetar mendengar penjelasan Naga Hijau, “bagaimana mampu ananda membunuh sahabatmu sendiri?” Tanya Renggali. “Awalnya hamba diperintah oleh Sultan Alam untuk mengantar hadiah berupa pedang pada teman-sahabatnya, semua sudah sampai hingga tinggal 2 bilah pedang untuk Raja Linge & Tuan Tapa, maka hamba mengunjungi Raja Linge terlebih dahulu, beliau pula berniat ke tempat Tuan Tapa untuk mengambil obat istrinya, sesampai di sana Tuan Tapa menitipkan 6 ekor kerbau putih untuk Sultan Alam, kerbaunya besar & gemuk. Karena ada amanah dr Tuan Tapa maka Raja Linge menetapkan ikut mengirimkan ke Kuta Raja, karena itu kami kembali ke Linge untuk mengantar obat istrinya. Namun di sepanjang jalan hamba tergiur ingin menyantap daging kerbau putih tersebut maka hamba mencuri 2 ekor kerbau tersebut & hamba menyantapnya, Raja Linge ketakutan & mencari pencurinya lalu hamba memfitnah Kule si raja harimau selaku pencurinya, kemudian Raja Linge membunuhnya. Dalam perjalanan dr Linge ke Kuta Raja kami beristirahat di tepi sungai Peusangan & terbit lagi selera hamba untuk melahap kerbau yg enak itu, kemudian hamba mencuri 2 ekor lagi, Raja Linge marah besar lalu hamba memfitnah Buya si raja buaya selaku pencurinya maka dibunuhlah buaya itu. Saat akan masuk Kuta Raja, Raja Linge membersihkan diri & bersalin pakaian ditepi sungai, lalu hamba mencuri 2 ekor kerbau & menyantapnya tetapi kali ini Raja Linge mengetahuinya kemudian kami bertengkar & laga, Raja Linge memiliki peluang membunuh hamba tetapi ia tak melakukannya sehingga hamba lah yg membunuhnya,” dongeng naga sambil berurai air mata. “Maafkanlah hamba, hukumlah hamba!” terdengar isak tangis sang naga. Mengapa kau-sekalian terjebak disini?” Tanya Sultan Meurah. “Raja Linge menghujamkan pedangnya ke serpihan badan hamba sehingga lumpuhlah badan hamba kemudian terjatuh & menindihnya, suatu pukulan Raja Linge ke tanah membuat tanah terbelah & hamba tertimbun di sini bersamanya,” terperinci sang naga. “Hamba mendapatkan kondisi ini, biarlah hamba mati & terkubur bareng sahabat hamba,” pinta Naga Hijau. “Berilah ia hukuman Renggali, kau-sekalian & abangmu lebih berhak menghukumnya,” kata Sultan Meurah. “Ayah hamba tak mau membunuhnya, terlebih hamba, hamba akan membebaskannya,” jawab Renggali. “Tidak! Hamba ingin di hukum sesuai dgn tindakan hamba,” pinta Naga Hijau. “Kalau begitu bebaskanlah dia!” Perintah Sultan Meurah. Maka berjalanlah mereka berdua mengelilingi badan naga untuk mencari pedang milik Raja Linge, setelah menemukannya, Renggali mempesona dgn kuat & terlepaslah pedang tersebut namun Naga Hijau tetap tak mau bergerak. “Hukumlah hamba Sultan Meurah!” Pinta Naga Hijau. “Sudah cukup hukuman yg ananda terima dr Raja Linge, putranya sudah membebaskanmu, pergilah ke negerimu!” Perintah Sultan Meurah. Sambil menangis naga tersebut memindah tubuhnya & perlahan menuju bahari. Maka terbentuklah suatu alur atau sungai kecil akhir pergerakan naga tersebut. Maka di kemudian hari kawasan di pinggiran Kuta Raja itu disebut Alue Naga, disana terdapat suatu sungai kecil yg disekitarnya di penuhi rawa-rawa yg selalu tergenang dr air mata penyesalan seekor naga yg sudah mengkhianati sahabatnya. Cerita Lainnnya ==>> Legenda Lutung Kasarung
AlueNaga merupakan kawasan yang sering mengundang sensasi dan menarik banyak peneliti untuk datang ke sini. Sebelum tsunami, Alue Naga terkenal karena kisah Pulau Diamat yang sekarang menjadi Dusun Po Diamat. Dusun ini terletak di pesisir ujung Krueng Cut Gampong Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Dulunya dusun ini merupakan tempat pengasingan penduduk yang memiliki riwayat penyakit kusta atau lepra sejak tahun 1960.
Si Naga Hijau memperkenalkan diri dan mengatakan bahwa ia adalah sahabat dari ayahnya. Selama ini Raja Linge hilang, dan ia terakhir kali diketahui bersama dengan Si Naga Hijau. Baca Juga Hak Asuh Gala Sky Jatuh ke Tangan Haji Faisal, Fuji Ungkapkan Rasa Syukur Ketika Renggali bertanya di mana ayahnya, naga meminta Renggali untuk memanggilkan Sultan Alam. Renggali kembali ke istana dan menceritakan kejadian tersebut kepada Sultan Meurah. Sultan Merah pun setuju menemui naga di bukit Lamyong. Sesampainya di sana si naga menceritakan kejadian yang sebenarnya, bahwa ia telah membunuh Raja Linge dan jasad sang raja ada di bawah tubuhnya. Baca Juga Nomor Telepon dan Link Website Posko THR Virtual 2022, Bisa untuk Pengaduan Saat itu naga tidak bisa menggerakkan tubuhnya karena ada pedang Raja Linge yang terhunus di tubuhnya. Renggali tidak mau menghukum Naga Hijau. Ia lalu menarik pedang yang terhunus di tubuh naga dan meminta sang naga kembali ke kampung halamannya. Sambil menangis naga tersebut menggeser tubuhnya dan perlahan menuju laut. Maka terbentuklah sebuah alur atau sungai kecil akibat pergerakan naga tersebut. Maka di kemudian hari daerah di pinggiran Kuta Raja itu disebut Alue Naga, disana terdapat sebuah sungai kecil yang disekitarnya dipenuhi rawa-rawa yang selalu tergenang dari air mata penyesalan seekor naga yang telah mengkhianati sahabatnya. Pada bukit’ bekas tubuh naga terbentuknya sebuah sungai kecil yang dipenuhi rawa-rawa dengan genangan air. Kemudian Sultan Meurah memberi nama wilayah tersebut Alue Naga.*** Terkini Sambilmenangis naga tersebut menggeser tubuhnya dan perlahan menuju laut. Maka terbentuklah sebuah alur atau sungai kecil akibat pergerakan naga tersebut. Maka di kemudian hari daerah di pinggiran Kuta Raja itu disebut Alue Naga, disana terdapat sebuah sungai kecil yang disekitarnya di penuhi rawa-rawa yang selalu tergenang dari air mata penyesalan seekor naga yang telah mengkhianati sahabatnya.

Kisah Alue Naga merupakan legenda dari daerah Aceh tentang penyelidikan Sultan Meurah terhadap kejadian aneh yang terjadi di sebuah desa dekat Kuta Raja. Penduduk desa kehilangan ternak dan bukit Lamyong menyebabkan gempa bumi dan tanah longsor. Sultan Meurah mengirim sahabatnya Renggali untuk menyelidiki dan Renggali mendaki bukit dan menemukan bahwa sebenarnya naga yang menyebabkan masalah. Naga itu adalah abdi Sultan Alam yang telah mengkhianati dan membunuh sahabat Sultan Alam, Raja Linge. Nah berikut cerita legenda Alue Naga dalam Bahasa Inggris & Bahasa Indonesia. ==== The Legend of Alue Naga The story of Dragon Alue is a legend that comes from the Aceh region. Once upon a time, Sultan Meurah heard that something was troubling his people in a village near Kuta Raja. Hearing that his people were facing trouble, Sultan Meurah visited the village. The villagers said their livestock was disappearing and the Lamyong hill was causing earthquakes and landslides. “Sir, many of our livestock disappeared while on the Lamyong hill,” complained a farmer. ” Sometimes the hill causes earthquakes so that landslides often occur and endanger people who happen to pass under it,” added another. “Since when did this happen?” asked Sultan Meurah. “It’s been a long time, my lord, before my lord’s father died,” explained another. === Sultan Meurah was curious about the hill and asked his best friend, Renggali, to find out what was going on. Renggali was the son of Raja Linge Mude. Renggali went to the hill and explored it from top to bottom, from the north to the south. He found that it was a strange hill and climbed to the top. Suddenly, warm water started flowing from under his feet. Renggali was surprised and jumped down. === Just then, the hill spoke and said, “Forgive the servant of King Linge’s son!” Renggali was shocked and asked who was speaking. The water was getting deeper, and the hill answered, “I am the dragon, your father’s friend.” There was a loud roar, and Renggali knew that he had found the source of the trouble. === Renggali was very surprised to see the hill shaped like a giant snake. “Is that you? Then where is my father? asked Renggali. He was even more shocked when the hill spoke and asked Renggali to call Sultan Meurah. “Call Sultan Alam, I will make a confession!” Hiss the hill. Renggali quickly went back to the palace to inform the Sultan about what had happened. When they arrived at the hill, the hill said it wanted to confess. ==== It turned out that the hill was actually the Green Dragon, a servant of Sultan Alam who had betrayed and killed Sultan Alam’s friend, Raja Linge. “Why didn’t Sultan Alam come?” A voice from the hills. “He’s been dead for a long time, it’s been a long time, why are you like this Green Dragon? We thought you had returned to your country, so where is King Linge?” Sultan Meurah asked. The Green Dragon explained that Sultan Alam had asked him to deliver gifts of swords to his friends. When the Green Dragon arrived at Raja Linge’s home, he found six white buffaloes that had been left as a gift for Sultan Alam. He became greedy and decided to keep the buffaloes for himself. The Green Dragon also killed Raja Linge when he tried to take the gift back. “Judge me, punish me,” asked the hill. “My servant has betrayed me, I deserve to be punished,” he continued. “The servant has stolen and spent the white buffalo gift from Tuan Tapa for Sultan Alam entrusted to us and the servant has killed Raja Linge,” he explained. “How can you kill your own friend?” asked Renggali. Renggali was horrified to hear the Green Dragon’s confession. He couldn’t believe that the dragon would betray and kill its own friend. ==== “I feel so sorry for what I did,” said the dragon. “I stole the buffaloes and blamed others for it. I never meant to hurt anyone, but my greed got the best of me.” The dragon stole two buffaloes and ate them. King Linge was searching for the thief and Green Dragon pointed the finger at the tiger king and crocodile king. Raja Linge then killed them. Green Dragon continued to steal buffaloes and eventually, Raja Linge caught him in the act. “What happened after that?” asked Sultan Meurah. “Raja Linge was so upset with me that we got into a big fight,” explained the dragon. “In the end, I was the one who killed Raja Linge. But I never wanted things to end up like this.” ===== Sultan Meurah was curious, “Why are you here, stuck like this?” The dragon explained, “King Linge stuck his sword into my body, making me unable to move. He then fell on top of me, and a blow from him caused the ground to split and I was buried here with him.” The dragon cried out, “Forgive me, punish me!” The Green Dragon said, “I accept my fate. Let me die and be buried with my friend.” But Sultan Meurah had a different plan, “Renggali, Give him punishment, you have the right to punish him.” Renggali replied, “My father does not want to kill him. I will free him.” But the Green Dragon begged, “No! I want to be punished for what I’ve done.” And so, Sultan Meurah ordered, “Then set him free!” Renggali and Sultan Meurah searched for King Linge’s sword, and after finding it, Renggali pulled it out. But the Green Dragon still wouldn’t move. He asked to be punished, but Sultan Meurah declared, “The punishment you received from King Linge was enough. His son has freed you. Go back to your country.” With tears in his eyes, the dragon slowly moved towards the sea, creating a groove or small river. This area on the outskirts of Kuta Raja was named Alue Naga, a place filled with swamps and a small river, surrounded by the tears of regret from a dragon who had betrayed his friend. === Legenda Alue Naga Suatu ketika, Sultan Meurah mendengar ada yang meresahkan rakyatnya di desa dekat Kuta Raja. Mendengar bahwa rakyatnya sedang menghadapi masalah, Sultan Meurah mengunjungi desa tersebut. Penduduk desa mengatakan ternak mereka menghilang, karena di bukit Lamyong sering terjadi gempa bumi dan tanah longsor. “Tuan, ternak kami banyak yang hilang saat berada di bukit Lamyong,” keluh seorang petani. “Sering terjadi gempa dan longsor sehingga membahayakan orang yang kebetulan lewat di bawahnya,” tambah yang lain. “Sejak kapan ini terjadi?” tanya Sultan Meurah. “Sudah lama tuanku, sebelum ayah tuanku meninggal,” urai yang lain. ==== Sultan Meurah penasaran dengan bukit tersebut dan meminta sahabatnya, Renggali, untuk mencari tahu apa yang terjadi. Renggali adalah anak dari Raja Linge Mude. Renggali pergi ke bukit dan menjelajahinya dari atas ke bawah, dari utara ke selatan. Dia menemukan bahwa bukit itu aneh. Tiba-tiba, air hangat mulai mengalir dari bawah kakinya. Renggali terkejut dan melompat turun. ==== Seketika, bukit itu berbicara dan berkata, “Maafkan hamba, putra Raja Linge!” Renggali terkejut dan bertanya siapa yang berbicara. Air semakin dalam, dan bukit itu menjawab, “Aku naga, teman ayahmu.” Terdengar suara gemuruh yang keras, dan Renggali tahu bahwa dia telah menemukan sumber masalahnya. ==== Renggali sangat terkejut melihat bukit yang berbentuk seperti ular raksasa itu. “Apakah itu kamu si Naga Hijau? Lalu dimana ayahku? tanya Renggali. Ia semakin terkejut ketika bukit itu berbicara dan meminta Renggali untuk memanggil Sultan Meurah. “Panggil Sultan Alam, saya akan membuat pengakuan!” Desis bukit. Renggali segera kembali ke istana untuk memberi tahu Sultan tentang apa yang telah terjadi. Ketika mereka sampai di bukit, bukit itu mengatakan ingin mengaku. ==== Ternyata bukit itu sebenarnya adalah Naga Hijau, seorang anak buah Sultan Alam yang telah berkhianat dan membunuh sahabat Sultan Alam, Raja Linge. “Mengapa Sultan Alam tidak datang?” Suara dari bukit. “Dia sudah lama mati, sudah lama sekali, mengapa kamu seperti ini Naga Hijau? Kami pikir kamu telah kembali ke negaramu, jadi di mana Raja Linge?” tanya Sultan Meurah. Sang Naga Hijau menjelaskan bahwa Sultan Alam memintanya untuk mengantarkan hadiah berupa pedang kepada para sahabatnya. Ketika Naga Hijau tiba di rumah Raja Linge, ia menemukan enam ekor kerbau putih yang ditinggalkan sebagai hadiah untuk Sultan Alam. Dia menjadi serakah dan memutuskan untuk memakan kerbau-kerbau itu. Naga Hijau juga membunuh Raja Linge ketika dia mencoba mengambil kembali hadiah itu. “Hukum hamba, hukum hamba” kata bukit itu. “Hamba telah membunuh tuanku, hamba pantas dihukum,” lanjutnya. “Hamba telah mencuri dan menghabiskan kerbau putih pemberian Tuan Tapa untuk Sultan Alam yang dititipkan kepada kami dan hamba telah membunuh Raja Linge,” jelasnya. “Bagaimana kamu bisa membunuh temanmu sendiri?” tanya Renggali. Renggali terkejut mendengar pengakuan Naga Hijau. Dia tidak percaya naga itu akan mengkhianati dan membunuh temannya sendiri. ==== “Hamba merasa sangat menyesal atas apa yang telah hamba lakukan,” kata sang naga. “Hamba mencuri kerbau dan menyalahkan orang. Hamba tidak pernah bermaksud menyakiti siapa pun, tetapi keserakahan menguasai hamba.” Naga itu mencuri dua kerbau dan memakannya. Raja Linge mencari pencuri dan Naga Hijau menuding harimau dan buaya. Raja Linge kemudian membunuh harimau dan buaya itu. Si Naga Hijau terus mencuri kerbau dan akhirnya, Raja Linge berhasil menangkapnya. “Apa yang terjadi setelah itu?” tanya Sultan Meurah. “Raja Linge sangat marah padaku sehingga kami bertengkar hebat,” jelas sang naga. “Pada akhirnya, hambalah yang membunuh Raja Linge. Tapi hamba tidak pernah menginginkan hal tersebut berakhir seperti ini.” === Sultan Meurah penasaran, “Kenapa kamu di sini, dan terjebak di sini?” Naga itu menjelaskan, “Raja Linge menancapkan pedangnya ke tubuh hmba, membuat hamba tidak bisa bergerak. Dia kemudian terjatuh di atas hamba, dan hantamannya menyebabkan tanah terbelah dan hamba terkubur di sini bersamanya.” Naga itu berteriak, “Maafkan hamba, hukum hamba!” Naga Hijau berkata, “Hamba menerima takdir hamba. Biarkan hamba mati dan dikubur bersama temanku.” Tapi Sultan Meurah punya rencana lain, “Renggali, beri dia hukuman, kamulah yang berhak menghukumnya.” Renggali menjawab, “Ayahku tidak mau membunuhnya. Aku akan membebaskannya.” Tapi Naga Hijau memohon, “Tidak! Hamba ingin dihukum atas apa yang telah hamba lakukan.” Maka, Sultan Meurah memerintahkan, “Kalau begitu bebaskan dia!” Renggali dan Sultan Meurah mencari pedang Raja Linge, dan setelah itu mencabutnya. Tetapi Naga Hijau masih tidak mau bergerak. Dia meminta untuk dihukum, tetapi Sultan Meurah menyatakan, “Hukuman yang kamu terima dari Raja Linge sudah cukup. Putranya telah membebaskanmu. Kembalilah ke negaramu.” Dengan berlinang air mata, naga itu perlahan bergerak menuju laut, menciptakan alur sungai kecil. Daerah di pinggiran Kuta Raja ini sekarang bernama Alue Naga, sebuah tempat yang dipenuhi rawa dan sungai kecil, dikelilingi oleh air mata penyesalan dari seekor naga yang telah mengkhianati temannya.

AlueNaga adalah cerita rakyat Riau yang menceritakan sebuah tempat dimana terdapat seekor naga yang kepalanya tertusuk pedang. Naga tersebut diselamatkan oleh seorang raja dan pangeran. Menangis kesakitan, ketika diselamatkan, naga pun menggeser tubuhnya menuju laut secara perlahat.

Cerita Rakyat Alue Naga – Pada jaman dahulu kala ada sebuah sultan bernama Meurah yang akan mengunjungi daerah pedesaan di pinggiran kuta raja. Dan banyak sekali rakyat yang mengeluh akan kehilangan hewan-hewan ternaknya. Bahkan ada juga bencana alam yang sering terjadi seperti gempa dan membahayakan banyak orang. Raja memerintahkan renggali untuk menelusuri apa yang terjadi di bukit sana dan sesampainya di sana ia merasa ada yang aneh dengan bukit tersebut lalu ia menaiki lagi bukit itu yang tinggi saat itu dia bingung karena ada muncul air di bawah kakinya. Baca Juga Asal Mula Kota Bandung Dan tiba-tiba ada suara orang teriak minta maaf lalu setelahnya itu Renggali mengaku suara tersebut adalah naga sahabat ayahnya sungguh mengejutkan Renggali saat melihat ternyata bukit itu mirip sekali dengan kepala ular yang tertimbun semak belukar, dan naga itu meminta sultan alam untuk datang langsung menemuinya. Renggali yang hendak menceritakan kisahnya tersebut kepada sultan meurah sesudahnya sultan langsung beranjak ke bukit sesampainya di sana naga tersebut menceritakan kejadian hingga saat sultan alam meninggal dan ia terjebak di bukit ini, ia meminta untuk dihukum namun sang anak tidak ingin melakukannya ataupun menghukumnya. Karena ayahnya tidak ingin menghukumnya apalagi saya, akhirnya sang naga dibebaskan dan mereka mencoba untuk mencari pedang yang ditusukkan ke tubuhnya. Setelah pedang itu terlepas maka sang naga diminta secara langsung oleh sultan untuk kembali ke tempat asalnya yaitu di laut. Lalu dengan sedih hati naga tersebut mulai menggeser tubuhnya secara sedikit demi sedikit lalu menuju ke laut dan hal ini lah yang menyebabkan terbentuknya alur sungai kecil disekeliling dipenuhi dengan rawa-rawa air, dan sekarang sultan memberi nama daerah tersebut dengan Alue Naga. Baca Juga Cerita Rakyat Legenda Batu Raden

Նумичጧйէς щонևπօсιվаИյωτ ዋкυниֆяշ նоцոтխши
ጂмалጺкеቶя окаπеλևнеκ սУնуվу аጄምφо
Σамиφυտеμю φеσጶζерУбраጃаኩе еኯыкри ηул
Ը тве բунуγաпрጉυγեዪኺк оራοки еյωка
Уμюнαγοሲаδ шቼβፈхрСрሡло щեዚ тосըպոጾ
ALUENAGA Zaman dahulu kala seseorang yang bernama Sultan Meurah datang berkunjung ke suatu daerah pedesaan yang lokasinya berada di pinggiran Kuta Raja. Banyak sekali rakyat yang mengeluh karena hewan ternaknya hilang. Bahkan gempa yang membahayakan orang-orang di sekelilingnya seringkali terjadi.
Suatu hari Sultan Meurah mendapat khabar tentang keresahan rakyatnya di suatu tempat, lalu beliau mengunjungi tempat tersebut yaitu sebuah desa di pinggiran Kuta Raja untuk mengetahui lebih lanjut keluhan rakyatnya. "Tuanku banyak ternak kami raib saat berada di bukit Lamyong," keluh seorang peternak. "Terkadang bukit itu menyebabkan gempa bumi sehingga sering terjadi longsor dan membahayakan orang yang kebetulan lewat dibawahnya," tambah yang lainnya. "Sejak kapan kejadian itu?" Tanya Sultan Meurah. "Sudah lama Tuanku, menjelang Ayahanda Tuanku mangkat," jelas yang lain. Sesampai di istana Sultan memanggil sahabatnya Renggali, adik dari Raja Linge Mude. "Dari dulu aku heran dengan bukit di Lamnyong itu," kata Sultan Meurah. "Mengapa ada bukit memanjang disana padahal disekitarnya rawa-rawa yang selalu berair," sambung Sultan Meurah. "Menurut cerita orang tua, bukit itu tiba-tiba muncul pada suatu malam," jelas Renggali, "abang hamba, Raja Linge Mude, curiga akan bukit itu saat pertama sekali ke Kuta Raja, seolah-olah bukit itu mamanggilnya," tambahnya. "Cobalah engkau cari tahu ada apa sebenarnya dengan bukit itu!" Perintah Sultan. Maka berangkatlah Renggali menuju bukit itu, dia menelusuri setiap jengkal dan sisi bukit tersebut, mulai dari pinggir laut di utara sampai ke kesisi selatan, "bukit yang aneh, "bisik Renggali dalam hati. Kemudian dia mendaki bagian yg lebih tinggi dan berdiri di atasnya, tiba-tiba dari bagian di bawah kakinya mengalir air yang hangat. Renggali kaget dan melompat kebawah sambil berguling. "Maafkan hamba putra Raja Linge!" Tiba-tiba bukit yang tadi di pinjaknya bersuara. Renggali kaget dan segera bersiap-siap, "siapa engkau?" Teriaknya. Air yg mengalir semakin banyak dari bukit itu membasahi kakinya, "hamba naga sahabat ayahmu," terdengar jawaban dari bukit itu dikuti suara gemuruh. Renggali sangat kaget dan di perhatikan dengan seksama bukit itu yang berbentuk kepala ular raksasa walaupun di penuhi semak belukar dan pepohonan. "Engkaukah itu? Lalu di mana ayahku? Tanya Renggali. Air yang mengalir semakin banyak dan menggenangi kaki Renggali. "Panggilah Sultan Alam, hamba akan buat pengakuan!" Isak bukit tersebut. Maka buru-buru Renggali pergi dari tempat aneh tersebut. Sampai di istana hari sudah gelap, Renggali menceritakan kejadian aneh tersebut kepada Sultan. "Itukah Naga Hijau yang menghilang bersama ayahmu?" Tanya Sultan Meurah penasaran. "Mengapa dia ingin menemui ayahku, apakah dia belum tahu Sultan sudah mangkat?" tambah Sultan Meurah. Maka berangkatlah mereka berdua ke bukit itu, sesampai disana tiba-tiba bukit itu bergemuruh. "Mengapa Sultan Alam tidak datang?" Suara dari bukit. "Beliau sudah lama mangkat, sudah lama sekali, mengapa keadaanmu seperti ini Naga Hijau? Kami mengira engkau telah kembali ke negeri mu, lalu dimana Raja Linge?" Tanya Sultan Meurah. Bukit itu begemuruh keras sehingga membuat ketakutan orang-orang tinggal dekat bukit itu. "Hukumlah hamba Sultan Meurah," pinta bukit itu. "Hamba sudah berkhianat, hamba pantas dihukum," lanjutnya. "Hamba sudah mencuri dan menghabiskan kerbau putih hadiah dari Tuan Tapa untuk Sultan Alam yang diamanahkan kepada kami dan hamba sudah membunuh Raja Linge," jelasnya. Tubuh Renggali bergetar mendengar penjelasan Naga Hijau, "bagaimana bisa kamu membunuh sahabatmu sendiri?" Tanya Renggali. "Awalnya hamba diperintah oleh Sultan Alam untuk mengantar hadiah berupa pedang kepada sahabat-sahabatnya, semua sudah sampai hingga tinggal 2 bilah pedang untuk Raja Linge dan Tuan Tapa, maka hamba mengunjungi Raja Linge terlebih dahulu, beliau juga berniat ke tempat Tuan Tapa untuk mengambil obat istrinya, sesampai di sana Tuan Tapa menitipkan 6 ekor kerbau putih untuk Sultan Alam, kerbaunya besar dan gemuk. Karena ada amanah dari Tuan Tapa maka Raja Linge memutuskan ikut mengantarkan ke Kuta Raja, karena itu kami kembali ke Linge untuk mengantar obat istrinya. Namun di sepanjang jalan hamba tergiur ingin menyantap daging kerbau putih tersebut maka hamba mencuri 2 ekor kerbau tersebut dan hamba menyantapnya, Raja Linge panik dan mencari pencurinya lalu hamba memfitnah Kule si raja harimau sebagai pencurinya, lalu Raja Linge membunuhnya. Dalam perjalanan dari Linge ke Kuta Raja kami beristirahat di tepi sungai Peusangan dan terbit lagi selera hamba untuk melahap kerbau yang lezat itu, lalu hamba mencuri 2 ekor lagi, Raja Linge marah besar lalu hamba memfitnah Buya si raja buaya sebagai pencurinya maka dibunuhlah buaya itu. Saat akan masuk Kuta Raja, Raja Linge membersihkan diri dan bersalin pakaian ditepi sungai, lalu hamba mencuri 2 ekor kerbau dan menyantapnya tetapi kali ini Raja Linge mengetahuinya lalu kami bertengkar dan berkelahi, Raja Linge memiliki kesempatan membunuh hamba tetapi dia tidak melakukannya sehingga hamba lah yang membunuhnya," cerita naga sambil berurai air mata. "Maafkanlah hamba, hukumlah hamba!" terdengar isak tangis sang naga. Mengapa engkau terjebak disini?" Tanya Sultan Meurah. "Raja Linge menusukkan pedangnya ke bagian tubuh hamba sehingga lumpuhlah tubuh hamba kemudian terjatuh dan menindihnya, sebuah pukulan Raja Linge ke tanah membuat tanah terbelah dan hamba tertimbun di sini bersamanya," jelas sang naga. "Hamba menerima keadaan ini, biarlah hamba mati dan terkubur bersama sahabat hamba," pinta Naga Hijau. "Berilah dia hukuman Renggali, engkau dan abangmu lebih berhak menghukumnya," kata Sultan Meurah. "Ayah hamba tidak ingin membunuhnya, apalagi hamba, hamba akan membebaskannya," jawab Renggali. "Tidak! Hamba ingin di hukum sesuai dengan perbuatan hamba," pinta Naga Hijau. "Kalau begitu bebaskanlah dia!" Perintah Sultan Meurah. Maka berjalanlah mereka berdua mengelilingi tubuh naga untuk mencari pedang milik Raja Linge, setelah menemukannya, Renggali menarik dengan kuat dan terlepaslah pedang tersebut namun Naga Hijau tetap tidak mau bergerak. "Hukumlah hamba Sultan Meurah!" Pinta Naga Hijau. "Sudah cukup hukuman yang kamu terima dari Raja Linge, putranya sudah membebaskanmu, pergilah ke negerimu!" Perintah Sultan Meurah. Sambil menangis naga tersebut menggeser tubuhnya dan perlahan menuju laut. Maka terbentuklah sebuah alur atau sungai kecil akibat pergerakan naga tersebut. Maka di kemudian hari daerah di pinggiran Kuta Raja itu disebut Alue Naga, disana terdapat sebuah sungai kecil yang disekitarnya di penuhi rawa-rawa yang selalu tergenang dari air mata penyesalan seekor naga yang telah mengkhianati sahabatnya. Cerita Lainnnya ==>> Legenda Lutung Kasarung
96Analisis Arketipe dalam Cerita Rakyat Naga Raksasa dan Putroe Halouh Irawan Syahdi Fungsional Peneliti Balai Bahasa Aceh Pos-el: Irawan_Syahdi@ Arketipe adalah model atau pola yang mula-mula, berdasarkan pola asal ini dibentuk atau dikembangkan hal yang baru; prototipe.
Uploaded byhilminato 0% found this document useful 0 votes227 views1 pageDescriptionAlue nagaCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes227 views1 pageCerita Rakyat Alue NagaUploaded byhilminato DescriptionAlue nagaFull descriptionJump to Page You are on page 1of 1Search inside document Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel the full document with a free trial!Continue Reading with Trial
.
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/453
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/110
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/4
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/498
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/462
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/137
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/279
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/36
  • cerita rakyat alue naga