BerandaHeadline Terkini Terpopuler Suara Kita. #Covid-19; #Artis; #Kesehatan; #OnePiece; #SepakBola; #ZonaMistis; #Jokowi; #PrabowoSubianto; Beranda; Nasional; Nasional Umum; 2 Desember 2020 14:36 WIB . Absen Panggilan Polisi, PKB: Sebagai Warga yang Berakhlak dan Taat Hukum Semestinya Habib Rizieq Hadir .

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Hukum adalah suatu kaidah, norma ataupun aturan yang dibuat oleh penguasa yang bersifat tertulis ataupun tidak tertulis yang disertai sanksi guna melindungi serta memberikan rasa keadilan demi terciptanya tata tertib serta kedamaian dalam kehidupan masyarakat dalam suatu dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa aspek atau alasan mengapa seseorang taat terhadap hukum yaituManusia mematuhi hukum jelas karena hukum itu merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, karena sejatinya setiap manusia pasti mengharapkan kehidupan yang aman, nyaman, dan tentram, dapat terwujud dan dengan adanya hukum itu sendiri;Manusia mematuhi hukum karena adanya kepentingan-kepentingan masyarakat yang harus di jamin oleh wadah hukum itu sendiri;Manusia mematuhi hukum karena adanya sanksi yang dapat membuat seseorang wajib mematuhi hukum;Manusia mematuhi hukum karena manusia adalah makhluk sosial dengan harapan agar keanggotaan kelompok satu sama lain tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum kesadaran hukum dan ketaatan hukum dalam masyarakat adalah Kewajiban moral masyarakat secara individu untuk mentaati hukum .Kita memiliki alasan moral yang kuat untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh hukum, seperti, tidak melakukan penghinaan, penipuan, atau mencuri dari orang lain. Kita harus mentaati hukum, jika telah ada aturan hukum yang disertai dengan ancaman hukuman. Namun perlu sangat diperhatikan bagi penegak hukum ataupun pemerintah agar tidak bersifat diskriminatif dalam penegakan hukum , dimana yang sering terjadi hukum tajam kebawah namun tumpul keatas. Lihat Hukum Selengkapnya
Karenaputusan Mahkamah Konstitusi diabaikan presiden terkait dengan pembatalan lima pasal penghinaan terhadap presiden dan pemerintah dalam KUHP.

Saya menerima sebuah hadiah istimewa Natal lalu yang membawa bersamanya banyak kenangan. Keponakan perempuan saya memberikannya kepada saya. Itu sempat berada di antara barang-barang yang saya tinggalkan di rumah lama keluarga kami ketika saya pindah setelah saya menikah. Hadiah itu adalah buku coklat kecil ini yang saya pegang dalam tangan saya. Itu adalah buku yang diberikan kepada prajurit OSZA yang masuk dalam angkatan bersenjata selama Perang Dunia II. Saya secara pribadi menganggap buku itu sebagai hadiah dari Presiden Heber J. Grant dan para penasihatnya, J. Reuben Clark Jr. dan David O. McKay. Di bagian depan buku itu, tiga nabi Allah ini menulis “Insiden dinas militer tidak mengizinkan kami berhubungan terus-menerus secara pribadi dengan Anda, baik secara langsung ataupun dengan representasi pribadi. Cara terbaik kami berikutnya adalah untuk meletakkan dalam tangan Anda bagian-bagian itu dari wahyu modern dan dari penjelasan tentang asas-asas Injil yang akan mendatangkan bagi Anda, di mana pun Anda mungkin berada, harapan dan iman yang diperbarui, seperti juga penghiburan, pelipuran, dan kedamaian roh.”1 Dewasa ini kita mendapati diri kita sendiri dalam peperangan yang lain. Ini bukanlah peperangan dengan alat senjata. Itu adalah perang pikiran, perkataan, dan perbuatan. Itu adalah perang dengan dosa, dan lebih dari sebelumnya kita perlu untuk diingatkan mengenai perintah-perintah. Sekularisme menjadi norma, dan banyak dari kepercayaan dan praktiknya bertentangan langsung dengan apa yang ditetapkan oleh Tuhan Sendiri demi kepentingan anak-anak-Nya. Dalam buku coklat kecil itu, segera setelah surat dari Presidensi Utama, ada sebuah “Catatan Kata Sambutan kepada Para Pria dalam Tugas Militer,” berjudul “Kepatuhan terhadap Hukum Adalah Kemerdekaan.” Catatan itu menarik kesejajaran antara hukum militer, yang “adalah demi kebaikan semua yang berada dalam dinas militer,” dengan hukum ilahi. Itu berbunyi, “Di alam semesta, juga, di mana Allah memerintah, ada hukum—hukum … universal dan kekal—dengan berkat-berkat tertentu dan hukuman-hukuman yang tak berubah.” Kata-kata terakhir dari catatan itu berfokus pada kepatuhan pada hukum Allah “Jika Anda ingin kembali kepada orang-orang terkasih Anda dengan kepala tegak, … jika Anda mau menjadi seorang pria dan hidup dengan melimpah—maka taatilah hukum Allah. Dengan melakukan itu Anda dapat menambahkan pada kebebasan-kebebasan berharga itu yang tengah Anda perjuangkan untuk lestarikan, sebuah yang lain di mana kebebasan lainnya sangat mungkin bergantung, kebebasan dari dosa; karena sesungguhnya kepatuhan terhadap hukum adalah kemerdekaan.”2 Mengapa ungkapan “kepatuhan terhadap hukum adalah kemerdekaan” terdengar begitu benar bagi saya pada saat itu? Mengapa itu terdengar benar bagi kita semua saat ini? Barangkali itu karena kita memiliki suatu pengetahuan yang diungkapkan tentang sejarah prafana kita. Kita mengenali bahwa ketika Allah Bapa Kekal menyajikan rencana-Nya kepada kita pada permulaan zaman, Setan ingin mengubah rencana tersebut. Dia mengatakan dia akan menebus semua umat manusia. Tidak satu jiwa pun akan hilang, dan Setan yakin dia dapat menggolkan usulannya. Namun ada biaya yang tidak dapat diterima—kehancuran dari hak pilihan manusia, yang dulu dan sekarang adalah sebuah karunia yang diberikan oleh Allah lihat Musa 41–3. Mengenai karunia ini, Presiden Harold B. Lee menuturkan, “Setelah kehidupan itu sendiri, hak pilihan adalah karunia terbesar Allah bagi umat manusia.”3 Bukanlah hal yang sepele bagi Setan untuk mengabaikan hak pilihan manusia. Bahkan, itu menjadi isu utama yang karenanya Perang di Surga berkecamuk. Kemenangan dalam Perang di Surga adalah kemenangan bagi hak pilihan manusia. Setan, bagaimanapun, belumlah selesai. Rencana cadangannya—rencana yang telah dia jalankan sejak zaman Adam dan Hawa—adalah untuk menggoda pria dan wanita, pada dasarnya untuk membuktikan kita tidak layak akan karunia hak pilihan pemberian Allah. Setan memiliki banyak alasan untuk melakukan apa yang dia lakukan. Mungkin yang paling kuat adalah motivasi balas dendam, namun dia juga ingin membuat pria dan wanita sengsara seperti dia adalah sengsara. Tidak satu pun dari kita hendaknya pernah meremehkan bagaimana termotivasinya Setan untuk berhasil. Peranannya dalam rencana kekal Allah menciptakan “pertentangan dalam segala hal” 2 Nefi 211 dan menguji hak pilihan kita. Setiap pilihan yang Anda dan saya buat adalah ujian dari hak pilihan kita—apakah kita memilih untuk patuh atau tidak patuh terhadap perintah-perintah Allah sebenarnya adalah pilihan antara “kemerdekaan dan kehidupan kekal” serta “penawanan dan kematian.” Ajaran fundamental ini secara jelas diajarkan dalam 2 Nefi pasal 2 “Karena itu, manusia bebas secara daging; dan segala sesuatu diberikan kepada mereka yang adalah perlu bagi manusia. Dan mereka bebas untuk memilih kemerdekaan dan kehidupan kekal, melalui Perantara yang agung bagi semua orang, atau untuk memilih penawanan dan kematian, menurut penawanan dan kuasa iblis; karena dia berupaya agar semua orang boleh sengsara seperti dirinya” 2 Nefi 227. Dalam banyak aspek, dunia ini telah senantiasa berperang. Saya percaya ketika Presidensi Utama mengirimkan kepada saya buku coklat kecil saya ini, mereka lebih prihatin mengenai perang yang jauh lebih besar daripada Perang Dunia II. Saya juga percaya mereka berharap buku ini akan menjadi perisai iman melawan Setan dan bala tentaranya dalam perang yang lebih besar ini—perang melawan dosa—dan berfungsi sebagai suatu pengingat bagi saya untuk menjalankan perintah-perintah Allah. Satu cara untuk mengukur diri kita sendiri dan membandingkan diri kita dengan generasi-generasi sebelumnya adalah dengan salah satu standar tertua yang dikenal manusia—Sepuluh Perintah. Untuk sebagian besar dunia yang beradab, khususnya dunia Kristen-Yahudi, Sepuluh Perintah telah menjadi batasan yang paling diterima dan abadi antara yang baik dan yang jahat. Menurut penilaian saya, empat dari Sepuluh Perintah digunakan secara serius dewasa ini seperti juga kapan pun. Sebagai suatu budaya, kita membenci dan mengutuk pembunuhan, pencurian, dan kebohongan, dan kita masih percaya pada tanggung jawab anak-anak terhadap orang tua mereka. Namun sebagai masyarakat yang lebih luas, kita secara rutin mengabaikan enam perintah lainnya Jika prioritas duniawi adalah suatu indikasi, kita tentunya memiliki “allah-allah lain” yang kita dahulukan sebelum Allah yang sejati. Kita membuat berhala-berhala dari selebriti, dari gaya hidup, dari kekayaan, dan ya, kadang-kadang dari patung yang diukir atau benda. Kita menggunakan nama Allah dengan segala jenis cara yang tidak senonoh, termasuk seruan kita dan sumpah serapah kita. Kita menggunakan hari Sabat untuk pertandingan terbesar kita, rekreasi paling serius kita, belanja terberat kita, dan hampir segala sesuatu yang lain selain peribadatan. Kita memperlakukan hubungan seksual di luar pernikahan sebagai rekreasi dan hiburan. Dan menginginkan milik sesama telah menjadi cara hidup yang terlalu umum lihat Keluaran 203–17. Para nabi dari semua dispensasi telah secara konsisten memperingatkan pelanggaran terhadap dua dari perintah yang lebih serius—perintah yang berkaitan dengan pembunuhan dan perzinaan. Saya melihat suatu dasar yang sama untuk dua perintah amat penting ini—kepercayaan bahwa kehidupan itu sendiri adalah hak Allah dan bahwa tubuh jasmani kita, bait suci kehidupan fana, hendaknya diciptakan dalam batasan-batasan yang telah Allah tetapkan. Bagi manusia untuk menggantikan aturan-aturannya sendiri untuk hukum-hukum Allah pada sisi mana pun dari kehidupan merupakan tingginya kelancangan dan dalamnya dosa. Dampak utama dari sikap yang semakin bobrok ini mengenai kekudusan pernikahan adalah konsekuensi terhadap keluarga—kekuatan keluarga merosot pada tingkat yang mengkhawatirkan. Kemerosotan ini menyebabkan kerusakan yang meluas pada masyarakat. Saya melihat sebab dan dampak yang langsung. Sewaktu kita melepaskan komitmen dan kesucian pada pasangan nikah kita, kita menghilangkan perekat yang menyatukan masyarakat kita bersama. Sebuah cara yang berguna untuk berpikir tentang perintah-perintah adalah itu merupakan nasihat penuh kasih dari Bapa Surgawi yang bijaksana dan maha mengetahui. Gol-Nya adalah kebahagiaan kekal kita, dan perintah-perintah-Nya adalah peta jalan yang telah Dia berikan kepada kita untuk kembali kepada-Nya, yang merupakan satu-satunya jalan kita akan menjadi bahagia secara kekal. Seberapa signifikankah rumah tangga dan keluarga bagi kebahagiaan kekal kita? Di halaman 141 dari buku coklat kecil saya, itu berbunyi, “Sungguh surga kita hanyalah sedikit lebih daripada suatu pantulan dari rumah kita ke dalam kekekalan.”4 Ajaran tentang keluarga dan rumah tangga baru-baru ini ditegaskan kembali dengan kejelasan dan penekanan besar dalam “Keluarga Pernyataan kepada Dunia.” Itu menyatakan sifat kekal dari keluarga dan kemudian menjelaskan hubungannya dengan peribadatan bait suci. Pernyataan itu juga menyatakan hukum yang padanya kebahagiaan kekal keluarga ditautkan, yaitu, “Kuasa penciptaan yang sakral ini [hendaknya] digunakan hanya antara pria dan wanita, yang telah dinikahkan secara resmi sebagai suami dan istri.”5 Allah mengungkapkan kepada para nabi-Nya bahwa ada kemutlakan moral. Dosa akan selalu menjadi dosa. Ketidakpatuhan terhadap perintah-perintah Tuhan akan selalu menghalangi kita dari berkat-berkat-Nya. Dunia berubah secara konstan dan dramatis, namun Allah, perintah-perintah, dan berkat-berkat-Nya yang dijanjikan tidaklah berubah. Itu abadi dan tak berubah. Pria dan wanita menerima hak pilihan mereka sebagai karunia dari Allah, namun kemerdekaan mereka dan, pada gilirannya, kebahagiaan kekal mereka datang dari kepatuhan terhadap hukum-hukum-Nya. Sebagaimana Alma menasihati putranya Korianton, “Kejahatan tidak pernah merupakan kebahagiaan” Alma 4110. Di zaman Pemulihan kegenapan Injil ini, Tuhan sekali lagi telah mengungkapkan kepada kita berkat-berkat yang dijanjikan kepada kita karena patuh pada perintah-perintah-Nya. Dalam Ajaran dan Perjanjian 130 kita membaca “Ada suatu hukum, dengan tak terbatalkan ditetapkan di surga sebelum pelandasan dunia ini, yang di atasnya segala berkat dilandaskan— Dan ketika kita mendapatkan berkat apa pun dari Allah, itu adalah karena kepatuhan pada hukum itu yang di atasnya itu dilandaskan” A&P 13020–21. Tentunya tidak dapat ada ajaran apa pun yang lebih kuat dinyatakan dalam tulisan suci daripada perintah-perintah Tuhan yang tak berubah dan hubungannya dengan kebahagiaan dan kesejahteraan kita sebagai individu, sebagai keluarga, dan sebagai masyarakat. Ada kemutlakan moral. Ketidakpatuhan pada perintah-perintah Tuhan akan selalu menghalangi kita dari berkat-berkat-Nya. Ini tidaklah berubah. Di dunia di mana kompas moral masyarakat terhuyung-huyung, Injil Yesus Kristus yang dipulihkan tidak pernah goyah, tidak juga hendaknya pasak-pasak dan lingkungan-lingkungannya, keluarganya, atau anggota-anggota individunya. Kita tidak boleh mengambil dan memilih perintah mana yang menurut kita penting untuk ditaati melainkan mengakui semua perintah Allah. Kita harus berdiri kukuh dan tabah, memiliki keyakinan yang sempurna dalam konsistensi Tuhan serta kepercayaan sempurna pada janji-janji-Nya. Semoga kita senantiasa menjadi terang di atas bukit, teladan dalam menaati perintah-perintah, yang tidak pernah berubah dan tidak akan pernah berubah. Sama seperti buku kecil ini mendorong para prajurit OSZA untuk berdiri kukuh secara moral di masa-masa perang, semoga kita, di perang zaman akhir ini, menjadi suatu mercusuar bagi seluruh bumi dan khususnya bagi anak-anak Allah yang mengupayakan berkat-berkat Tuhan. Mengenai ini saya bersaksi dalam nama Yesus Kristus, amin.

Sikaptaat diwujudkan dalam kemauan untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan. melaluiataubersamaini demikian, sikap taat terhadap aturan ialah tunduk dan patuh terhadap segala ketentuan yang digariskan oleh aturan yang berlaku dengan memenuhi kewajiban yang dibebankan dan tidak melanggar hal-hal yang dihentikan dalam hukum. Padahalwaktu itu sebagian sahabat masih hidup. Di antara rakyatnya juga ada para tabi'in. Namun, tidak ada seorang pun sahabat dan tabi'in yang merekomendasikan pemberontakan. Semestinya kita menyadari, pemerintah adalah manusia biasa yang banyak kekurangan. Kesabaran menjadi kunci kita dalam bermuamalah dengan pemerintah kita. Hukumini (bd. Yak 2:12) adalah kehendak Allah yang sudah dihayati hati kita oleh bantuan Roh Kudus yang mendiami kita (bd. Yeh 11:19-20). Melalui iman kepada Kristus kita tidak hanya menerima kemurahan dan pengampunan (Yak 2:12-13), tetapi juga kuasa dan kebebasan untuk menaati hukum Allah (Rom 3:31; lihat cat. --> Rom 8:4). PROFILFAKULTAS. Sambutan Dekan; Sejarah; Pimpinan Fakultas dan Jurusan; Dosen; Tenaga Kependidikan; Visi, Misi, dan Tujuan; Akreditasi; Kemitraan; Struktur Organisasi
LemahnyaHukum Di Indonesia. 19 November 2021 editor. Modernis.co, Malang - Hukum, setiap negara mempunyai hukum yang berlaku, namun hukum disetiap negara sudah pasti berbeda, walaupun mungkin ada beberapa kesamaan. Hukum sendiri memiliki arti dan makna sebagai peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur
Bagaimanaproses penyelesaian hukum terhadap anak yang orang tuanya memiliki hubungan sesusuan di Kabupaten Sinjai serta bagaimana pandangan Majelis Ulama Indonesia (M UI) Kabupaten Sinjai terhadap kedudukan anak setelah putusnya perkawinan karena hubungan sesusuan. Penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini, adalah Metode

Menurutdia, institusi kepolisian harus punya standar etika, standar moralitas, dan standar ketaatan hukum pada level tertinggi. Bagaimana polisi bisa diandalkan untuk pemberantasan korupsi kalau ternyata malah bertoleransi terhadap perwiranya yang melakukan korupsi. "Sekarang kita pragmatis saja.

.
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/317
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/260
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/445
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/209
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/40
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/476
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/413
  • 9kn0lqf3j7.pages.dev/482
  • ketaatan kita terhadap hukum semestinya